Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

#BERITALITERASI #BERBAGIFAKTA #BERBAGIILMU

Pajak di Era Maraknya Netflix dan Tiktok: Tantangan Hukum Pajak Menghadapi Ekonomi Borderless

 

Oleh: Silvia Rahmawati Mahasiswa S1 Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan Fakultas Sosial Dan Ekonomi Universitas Linggabuana PGRI Sukabumi

PERADMA.NET-Indonesia tengah memasuki era ekonomi digital yang berkembang pesat, ditandai dengan menjamurnya platform global seperti Netflix, TikTok, Spotify, hingga marketplace daring internasional. Aktivitas ekonomi berbasis digital ini tidak hanya mengubah pola konsumsi masyarakat, tetapi juga menghadirkan tantangan besar bagi hukum pajak. Fenomena “borderless economy” membuat banyak perusahaan raksasa digital dapat meraup keuntungan signifikan dari pengguna Indonesia, meskipun tidak memiliki kehadiran fisik di dalam negeri.

Sebagai upaya mengatasi celah pemajakan tersebut, pemerintah memperkenalkan kebijakan PPN atas Produk Digital melalui UU No. 2 Tahun 2020, dan menunjuk perusahaan digital global sebagai pemungut PPN. Langkah ini menjadi fenomena penting yang perlu dianalisis karena menyangkut prinsip keadilan pajak, adaptasi hukum terhadap teknologi, serta dampaknya bagi masyarakat dan pelaku usaha lokal.

Latar Belakang Kebijakan Pajak Digital

Penerapan pajak digital bermula dari kebutuhan negara untuk menyesuaikan regulasi perpajakan dengan perkembangan ekonomi modern. Ekonomi digital Indonesia mencapai Rp 1.300 triliun pada tahun 2024, menjadikannya salah satu yang terbesar di Asia Tenggara.

Namun, pendapatan masif dari transaksi digital lintas negara seringkali tidak terjangkau oleh sistem perpajakan tradisional.

Melalui UU No. 2 Tahun 2020, pemerintah menetapkan PPN atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud / Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean atau PPN PMSE. Netflix, TikTok Ads, Google, Meta, dan puluhan platform lainnya kemudian ditunjuk sebagai pemungut PPN.

Tujuan kebijakan ini meliputi:

* memperluas basis penerimaan pajak,

* menciptakan keadilan antara pelaku usaha domestik dan global,

* menghindari praktik penghindaran pajak oleh platform digital asing.

Secara hukum, kebijakan ini merupakan upaya modernisasi asosiasi pajak untuk tetap memenuhi asas equality, neutrality, dan legal certainty.

Tantangan Hukum Pajak di Era Ekonomi Borderless

Meskipun reformasi pajak digital menunjukkan kemajuan, pelaksanaannya masih menghadapi beberapa tantangan signifikan.

a. Masalah Yurisdiksi Pajak

Ekonomi digital tidak mengenal batas negara. Platform seperti TikTok atau Netflix dapat memberikan layanan dari luar negeri tanpa memiliki kantor di Indonesia. Dalam sistem pajak tradisional, pemajakan biasanya membutuhkan “permanent establishment”, sedangkan ekonomi digital melanggar konsep tersebut.

Indonesia mencoba mengadopsi konsep significant economic presence, tetapi implementasinya perlu diselaraskan dengan kebijakan global seperti OECD Pillar One and Two.

b. Kepastian dan Kesederhanaan Hukum

Pelaku usaha, terutama UMKM digital, masih mengeluhkan kewajiban administrasi pajak yang cukup rumit—mulai dari pendaftaran PKP, pelaporan PPN, hingga persyaratan invoice elektronik. Kompleksitas ini dapat menambah beban operasional dan menghambat pertumbuhan UMKM digital.

c. Dampak kepada Konsumen

Setelah PPN digital diterapkan, harga langganan platform seperti Netflix meningkat. Hal ini memunculkan perdebatan publik tentang keadilan kebijakan, terutama karena mayoritas pengguna platform digital adalah generasi muda, mahasiswa, dan pekerja sektor informal.

Masyarakat masih memandang pajak digital sebagai tambahan beban, bukan sebagai kontribusi untuk layanan publik. Dari perspektif sosial-hukum, resistensi publik menjadi tantangan tersendiri dalam implementasi kebijakan.

Iklan

Klik disini menuju instagram @caturcerdascermat (les kelompok)

Dampak Kebijakan Pajak Digital

a. Dampak terhadap Perekonomian

Dari sisi fiskal, kebijakan ini terbukti signifikan. Hingga 2024, penerimaan dari PPN digital mencapai lebih dari Rp 12 triliun. Angka ini menunjukkan bahwa ekonomi digital telah menjadi sumber penerimaan negara yang sangat menjanjikan.

Namun, dari sisi konsumsi, kenaikan harga beberapa layanan digital berpotensi mengurangi daya beli, terutama di kalangan pelajar dan masyarakat berpendapatan rendah.

b. Dampak terhadap Pelaku Usaha Lokal

UMKM lokal yang menggunakan platform TikTok Shop atau marketplace digital juga merasakan efek kebijakan ini. Di satu sisi, kewajiban pajak mendorong profesionalisme dalam pengelolaan bisnis. Namun di sisi lain, mereka membutuhkan pendampingan karena beban administrasi pajak dapat menghambat transformasi digital.

c. Dampak Sosial: Perubahan Perilaku Pajak*

Kebijakan pajak digital menjadi momentum edukasi bagi masyarakat bahwa aktivitas ekonomi digital pun merupakan objek pajak. Kesadaran ini penting untuk membangun budaya tax compliance di era digital. Namun literasi perpajakan di masyarakat masih perlu ditingkatkan agar penerimaan kebijakan dapat lebih baik.

Kesimpulan dan Saran

Kebijakan pemajakan digital merupakan langkah strategis yang memperkuat sistem perpajakan Indonesia dalam menghadapi ekonomi tanpa batas. Meski demikian, tantangan seperti kepastian hukum, yurisdiksi pemajakan, dan resistensi publik harus segera diatasi agar kebijakan ini benar-benar menciptakan sistem perpajakan yang adil dan efektif.

Saran yang dapat diajukan:

1. Meningkatkan edukasi publik mengenai manfaat pajak digital melalui kampanye yang lebih masif dan mudah dipahami.

2. Menyederhanakan prosedur perpajakan, khususnya bagi UMKM digital melalui sistem pelaporan yang ringkas dan ramah pengguna.

3. Meningkatkan kerja sama internasional, terutama dengan OECD, guna mencegah praktik penghindaran pajak oleh perusahaan global.

4. Meningkatkan transparansi penggunaan dana pajak, sehingga masyarakat merasa bahwa kontribusi pajak digital memberikan manfaat nyata.

Dengan regulasi yang adaptif, transparan, dan inklusif, Indonesia dapat memanfaatkan potensi besar pajak digital untuk memperkuat perekonomian nasional dan menghadirkan keadilan perpajakan di tengah berkembangnya ekonomi borderless.

 

Daftar Referensi:

1. Direktorat Jenderal Pajak. (2024). Laporan Penerimaan Pajak Digital 2024. Kementerian Keuangan RI.

2. Pemerintah Indonesia. (2020). Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan.

3. OECD. (2021). Tax Challenges Arising from Digitalisation: Pillar One and Pillar Two. OECD Publishing.

4. Katadata. (2024). Ekonomi Digital Indonesia Tembus 1.300 Triliun.

5. Kompas. (2023). “Dampak PPN Digital terhadap Harga Layanan Streaming.”

6. Widjaja, A. (2022). Analisis Kebijakan PPN PMSE dalam Perspektif Hukum Pajak. Jurnal Hukum dan Perpajakan Indonesia, 14(2), 112–130.