Pajak UMKM: Antara Dukungan dan Keadilan Fiskal di Indonesia

Oleh: Zahra Awalia H. Mahasiswi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Universitas Linggabuana PGRI Sukabumi

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah tulang punggung ekonomi Indonesia. Data Kementerian Koperasi dan UKM (2023) menunjukkan, UMKM menyumbang lebih dari 60% Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap lebih dari 97% tenaga kerja. Namun, di balik angka fantastis ini, regulasi perpajakan masih menjadi tantangan, terutama terkait kepastian hukum, keadilan fiskal, dan kepatuhan administrasi.
Pemerintah telah menetapkan tarif pajak penghasilan final 0,5% untuk UMKM dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar per tahun, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2018. Kebijakan ini bertujuan meringankan beban dan memberi kemudahan. Meski begitu, banyak pelaku UMKM merasa terbebani karena kurangnya pemahaman, literasi pajak, dan akses terbatas ke layanan pajak. Kondisi ini penting dianalisis, mengingat perubahan sistem pajak dan kebutuhan untuk memperluas basis pajak di negara kita.
Analisis: Pajak Omzet, Adilkah untuk UMKM?
Kebijakan pajak UMKM seharusnya berlandaskan prinsip keadilan distribusi dan kemampuan membayar. Namun, penerapan tarif pajak final berdasarkan omzet, bukan laba, seringkali menimbulkan pertanyaan besar: apakah kebijakan ini benar-benar adil? UMKM yang belum untung pun tetap wajib membayar pajak.
Dalam sistem hukum pajak Indonesia, prinsip legalitas (Pasal 23A UUD 1945 dan UU KUP) menyatakan pemungutan pajak harus sesuai undang-undang. Namun, implementasi teknisnya sering tak sejalan dengan realita UMKM. Banyak usaha kecil belum punya catatan keuangan baik, sehingga pajak omzet jadi beban yang merugikan semangat wirausaha mereka.
Salah satu konsekuensi nyata adalah rendahnya tingkat kepatuhan formal UMKM. Laporan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tahun 2023 menyebut, hanya sekitar 35% UMKM yang terdaftar sebagai wajib pajak aktif. Ini menunjukkan adanya jurang antara kebijakan dan kondisi lapangan.
Dari sudut pandang sosial-ekonomi, kebijakan ini belum sepenuhnya membantu UMKM tumbuh. Banyak pelaku usaha memilih tetap di sektor informal demi menghindari beban administrasi dan pajak. Seharusnya, sistem pajak bisa jadi pendorong formalitas dan pertumbuhan usaha, bukan penghalang.
Dampak dan Kritik: Pajak UMKM di Tengah Ketidakpastian Ekonomi
Dampak kebijakan pajak UMKM tak hanya pada penerimaan negara, tapi juga produktivitas ekonomi dan stabilitas sosial. Di masa pascapandemi dan ketidakpastian ekonomi global, UMKM butuh dukungan fiskal yang lebih seimbang dan adil. Penerapan tarif pajak yang sama tanpa mempertimbangkan karakteristik sektor, lokasi, dan ukuran bisnis bisa berdampak negatif.
Selain itu, pendekatan penegakan hukum pajak yang terlalu administratif seringkali minim edukasi. Pemerintah perlu menciptakan ekosistem kepatuhan sukarela yang didukung pendidikan, digitalisasi sistem pajak yang mudah digunakan, dan dukungan intensif untuk UMKM.
Iklan Shopee Diskon 50% (Klik Foto dibawah untuk ke shopee)
Contohnya, penggunaan e-filing dan e-form memang memudahkan, tapi hanya bagi yang paham teknologi. Bagi pengusaha di daerah terpencil atau yang lebih tua, sistem ini masih sulit (Media Indonesia, 2024). Karena itu, regulasi pajak harus memperhatikan aspek inklusivitas agar tak ada diskriminasi tak terlihat terhadap UMKM tertentu.
Kesimpulan dan Rekomendasi: Menuju Pajak UMKM yang Mendorong Pertumbuhan
Kebijakan pajak UMKM di Indonesia mencerminkan niat baik pemerintah untuk meningkatkan basis pajak dan mendukung pengusaha kecil. Namun, masih banyak tantangan terkait keadilan, kepastian hukum, dan efektivitas pelaksanaan.
Agar sistem perpajakan berfungsi sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi, bukan penghalang, diperlukan langkah strategis:
- Revisi Sistem Pajak Final: Ubah dari basis omzet menjadi basis laba untuk beberapa sektor UMKM.
- Perluas Edukasi dan Literasi Pajak: Program pendidikan pajak harus menjangkau daerah terpencil.
- Perkuat Pendampingan: Kerjasama DJP dengan komunitas UMKM perlu ditingkatkan.
- Sederhanakan Sistem Pelaporan Digital: Buat sistem yang lebih mudah diakses dan dipahami semua UMKM.
Dengan reformasi yang tepat dan sesuai kondisi lapangan, undang-undang pajak tidak hanya akan meningkatkan pendapatan negara, tetapi juga memperkuat ekonomi masyarakat melalui penguatan UMKM yang berkelanjutan.
Referensi:
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 23 Tahun 2018 mengenai Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu.
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Direktorat Jenderal Pajak. (2023). Laporan Tahunan DJP.
- Kementerian Koperasi dan UKM. (2023). Statistik UMKM Indonesia.
- Media Indonesia. (2024). “UMKM Masih Sulit Akses Pajak Digital.”