Ketika Pajak Menghantam Hobi : Kontroversi Pajak Game Online Dan Virtual Goods
Oleh:
PERADMA.NET-Di era sekarang yang serba digital ini, banyak orang menemukan hobinya melalui game online. Ada yang sekadar bermain, ada yang serius mengejar peringkat, dan juga tidak sedikit yang menjadikan aktivitas ini sebagai bisnis penjualan akun. Untuk meraih akun yang mewah agar harga jual lebih tinggi tak sedikit orang perlu menghabiskan uangnya untuk membeli item/skin atau barang digital lainnya dalam game. Aktivitas ini sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari terutama pada generasi muda yang tumbuh di era digital. Tapi belakangan ini muncul polemik soal penerapan pajak pada game online dan Virtual Goods (barang digital). Banyak pemain merasa hobi mereka "dihantam" oleh aturan ini. Sementara pemerintah berargumen bahwa pajak diperlukan untuk mengikuti perkembangan ekonomi digital. Di titik inilah kontroversi mulai memanas.
Fenomena Pajak Game Online: Tantangan dan Peluang
Fenomena pajak game online semakin terasa seiring dengan meningkatnya belanja skin, item dan mata uang digital di kalangan pemain, terutama generasi muda. Banyak orang menganggap bahwa aktivitas jual beli dalam game itu hanyalah hiburan semata, padahal nilai perputaran uangnya nyata dan nilainya cukup besar. Jadi hal tersebut sebenarnya sudah menjadi aktivitas ekonomi yang semestinya masuk ke dalam radar perpajakan negara. Tapi rendahnya pemahaman pemain tentang kewajiban pajak dan aturan yang belum benar-benar sederhana bagi pelaku usaha game, hal itu menjadi kendala yang dihadapi oleh penerapan pajak disektor ini. Pemerintah harus menata regulasi pajak digital dengan jelas dan komunikatif supaya ekosistem industri game tetap tumbuh, tetapi kontribusi terhadap penerimaan negara juga berjalan secara adil. Dari beberapa riset industri, Indonesia merupakan salah satu pasar game terbesar di Asia Tenggara. Aktivitas jual beli dalam game seperti pembelian item, skin, hingga turnamen e-sport menghasilkan omzet yang sangat besar. Bagi pemerintah, ini tentu menjadi peluang yang sangat besar untuk memperluas basis pajak demi pembangunan nasional.
Penerapan Ketentuan Perpajakan Digital dalam Transaksi Game Online
Pajak game online dan Virtual Goods itu sebenarnya sangat masuk akal dan wajar. Setiap kali top up atau pembelian dalam game yang menggunakan mata uang asli baik dari rekening ataupun langsung dan lain sebagainya itu memiliki nilai uang yang nyata, jadi wajar kalau pemerintah memungut pajak. Melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.03/2020, yang menyebut bahwa semua transaksi digital yang memiliki nilai ekonomi wajib dikenai PPN (Pajak Pertambahan Nilai). Beberapa ketentuannya diperjelas melalui PMK Nomor 60/PMK.03/2022, agar implementasinya lebih praktis dan transparan. Sebagai contoh, PMK No 60 menjelaskan lebih rinci bagaimana platform luar negeri dan lokal memungut PPN, cara melaporkan pajak digital ke pemerintah, serta mekanisme teknis agar pemungutan pajak lebih mudah dipahami pemain. Melalui aturan tersebut pajak digital lebih jelas bagi semua pihak, dan kontroversi yang muncul akibat kebingungan pemain seharusnya dapat berkurang dengan adanya penjelasan itu. Jadi setiap platform yang menyediakan item digital diwajibkan menambahkan pajak pada harga yang dibayar oleh si pembeli. Dengan begitu, semua transaksi digital ikut berkontribusi terhadap penerimaan negara.
Bagi seorang gamer sudah jelas pajak ini sangat membebani, karena mungkin mereka berpikir bermain game itu untuk hiburan semata dalam dunia virtual, tetapi kenapa harus dipungut pajak juga. Kenaikan harga item atau saldo game membuat mereka merasa hobi yang seharusnya menyenangkan jadi terasa berat di kantong. Ditambah sosialisasi yang minim, jadi sangat wajar kalau banyak yang kaget dan muncul kontroversi di kalangan pemain. Tetapi pemerintah juga mempunyai alasan yang masuk akal mengenai pajak ini. Dengan adanya pajak digital ini dapat membantu memperluas penerimaan negara dan menciptakan keadilan dalam semua bisnis. Kalau platform luar negeri tidak dipungut pajak, mereka bisa jual lebih murah dibanding penyedia lokal. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak, penerimaan dari pajak transaksi digital diproyeksikan mencapai triliunan rupiah per tahun, jadi kontribusinya nyata bagi perekonomian.
Kesimpulan dan saran
Pajak digital pada game online dan virtual goods menyebabkan adanya pro dan kontra karena membebani pemain, tapi tetap penting untuk menambah penerimaan negara dan menciptakan keadilan antar-bisnis. Kontroversi ini muncul akibat sosialisasi yang minim dan juga penjelasan yang kurang jelas. Untuk itu, langkah-langkah yang harus dilakukan pemerintah adalah:
1. Menyederhanakan aturan dan penjelasan pajak digital agar mudah dipahami pemain
3. Memberikan edukasi mengenai manfaat pajak digital bagi pembangunan nasional.
4. Melibatkan pelaku industri game dalam proses perumusan kebijakan agar regulasi adil
dan ekosistem industri tetap tumbuh.
5. Memastikan mekanisme pemungutan pajak berjalan transparan dan efisien agar pemain
tidak merasa terbebani secara berlebihan.
Referensi:
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
2. Peraturan Menteri Keuangan No. 60/PMK.03/2022 tentang PPN atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
3. Pajak.com. (2020). Fenomena Game Online dan Milenial: Menelaah Potensi Pajaknya.
4. Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2020). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.03/2020 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Jakarta: Kemenkeu RI.
5. Direktorat Jenderal Pajak, laporan penerimaan pajak digital (stats.pajak.go.id)