GREEN TAX PENGARUH PAJAK TERHADAP LINGKUNGAN : Regulasi Emisi Karbon Akibat Industri
Oleh : DINA MARDIANA Mahasiswa Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Sosial dan Ekonomi Universitas Linggabuana PGRI Sukabumi
PERADMA.NET--Perubahan iklim, polusi, kerusakan hutan dan keanekaragaman hayati, serta krisis sampah merupakan isu lingkungan yang terjadi sekarang, ini bukanlah sebuah drama yang hanya bisa kita lihat, namun ini adalah bentuk nyata dari kerusakan lingkungan. Rusaknya lingkungan akan berdampak pada bencana alam, kesehatan, langkanya sumber daya alam, hilangnya ekosistem serta gangguan ekonomi.
Berdasarkan penjelasan diatas pembahasan mengenai lingkungan sangatlah penting dan memerlukan perhatian khusus, karena dengan lingkungan yang bersih dan terawat semua makhluk akan merasakan manfaatnya, hal ini sejalan dengan konsep green tax. Green tax atau bisa disebut juga pajak lingkungan merupakan kebijakan pajak fiskal yang diterapkan pada kegiatan masyarakat yang menghasilkan emisi karbon dan berdampak pada lingkungan.
Dasar Kebijakan
Green tax termasuk dalam ranah hukum pajak dan hukum lingkungan dengan perspektif masing masing hukum. Dalam persektif hukum pajak green tax adalah instrument fiskal yang diatur melalui peraturan perundang-undangan, prinsip ini tercantum pada UUD 1945 pasal 23A tentang pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa diatur dengan undang-undang. Sedangkan dalam ranah hukum lingkungan, green tax sebagai instrument hukum lingkungan atau bisa disebut environmental law karena memiliki tujuan mendorong perilaku manusia yang ramah lingkungan dan mengurangi pencemaran. Kebijakan di Indonesia yang sejalan dengan konsep green tax melalui penerapan pajak karbon, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan Undang-Undang No 23 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) mengakui adanya instrument ekonomi lingkungan.
Green tax bertujuan untuk menciptakan insentif fiskal untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan yang dihasilkan oleh aktivitas ekonomi dan industri. Seringkali biaya lingkungan tidak tercermin dalam harga pasar dari barang dan layanan,hal ini terlihat dari kurangnya perhatian beberapa industri dalam mengelola sampah plastik yang diproduksi dalam jumlah besar, akibatnya sampah plastik mencemari lingkungan baik daratan maupun perairan. Berdasarkan data yang dirilis oleh Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) pada tahun 2024, sampah plastic menempati urutan kedua sebagai jenis sampah dengan proporsi terbanyak dengan jumlah 19,64% dari total timbulan sampah nasional. Dalam hal ini green tax dirancang untuk memperhitungkan biaya lingkungan yang tujuannya agar produsen dan konsumen mempertimbangkan biaya lingkungan dalam keputusan mereka.
Teori
Teori the polluter pays principle, menyatakan bahwa biaya merupakan faktor terpenting dalam menyelesaikan masalah lingkungan. Praktik dalam teori ini secara umum bahwa mereka yang menghasilkan polusi harus menanggung biaya pengelolaannya untuk mencegah kerusakan pada kesehatan manusia atau lingkungan. Kendati demikian, kesadaran akan masalah lingkungan hidup masih menjadi masalah utama. Oleh karena itu, tindakan yang lebih efektif sangat diperlukan guna mengurangi emisi sehingga dapat menekan kerusakan lingkungan, terlebih saat ini perubahan iklim terjadi dimana-mana dan mengancam kesehatan makhluk hidup dan lingkungannya.
Upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah melalui green tax adalah inovasi dan pengembangan teknologi yang lebih ramah lingkungan. Dengan inovasi ini diharapkan pengelolaan limbah industri akan lebih mudah sehingga lingkungan dapat terawat dan terjaga dengan baik. Selanjutnya pembiayaan untuk mengalokasikan dana yang ada sebagai wujud tanggung jawab pemerintah kepada masyarakat yang sudah memeberikan pajak kepada negara dalam upaya pembangunan lingkungan yang sehat.
Tantangan dan Solusi
Salah satu aspek fundamental dari green tax adalah kemampuannya dalam mempengaruhi perilaku konsumen, artinya mengajak masyarakat untuk memilih barang atau layananan yang ramah lingkungan dengan cara meningkatkan biaya pajak pada barang atau layanan yang beresiko tinggi terhadap lingkungan. Misalnya, pajak yang lebih tinggi diberlakukan pada penggunaan kemasan plastic sekali pakai mendorong konsumen untuk beralih pada wadah atau kemasan pakai berulang, sehingga mengurangi sampah plastik dan menjaga lingkungan agar tetap bersih dan sehat.
Dalam implementasinya green tax menghadapi berbagai tantangan dari berbagai aspek, diantaranya aspek ekonomi, sosial, politik, dan administratif. Tantangan ekonomi akan berdampak pada biaya produksi barang dan jasa sehingga berpengaruh pada konsumen yang menerima harga lebih tinggi. Dampak dari kenaikan harga ini akan mengurangi daya beli masyarakat terutama yang berpendapatan rendah. Sedangkan tantangan dalam konteks sosial politik berpengaruh pada masyarakat yang kurang menerima manfaat dari pajak tersebut sehingga menimbulkan ke khawatiran publik karena menganggap hanya beban tambahan yang diberikan kepada masyarakat. Tantangan administratif tentunya berhubungan dengan implementasi green tax, utamanya dalam penentuan tarif yang seimbang, lemahnya regulasi dan penegakan hukum,serta administrasi yang rumit. Keberhasilan penerapan green tax sangat bergantung pada kebijakan yang cermat, implementasi yang efektif dan komunikasi yang transparan untuk memastikan tercapainya tujuan lingkungan tanpa menimbulkan kerugian ekonomi dan sosial yang signifikan.
Kesimpulan
Kesimpulannya adalah pajak merupakn salah satu kebijakan fiscal dalam membantu pengelolaan lingkungan, salah satu instrumennya adalah green tax. Konsep green tax sejalan dengan undang undang karena mendorong masyarkat memiliki perilaku ramah lingkungan dan mengurangi pencemaran. Dalam teori the polluter pays principle menekankan biaya adalah factor terpenting dalam menyelesaikan masalah lingkungan, dimana seseorang yang mengahasilkan polusi harus menanggung biaya pengelolaanya. Namun implementasinya konsep ini mengahadapi berbagai tantangan diantaranya kesadaran masyarakat yang rendah, ekonomi, sosial politik, lemahnya regulasi, penegakan hukum dan administrasi yang rumit. Upaya inovatif dapat dilakukan adalah pengembangan teknologi ramah lingkungan sebgai bentuk tanggung jawab pemerintah kepada masyarkat dalam menciptakan lingkungan yang sehat.
Saran
kebijakan yang realistis dan inovatif dalam pengembangan lingkungan hidup di Indonesia sangat memerlukan regulasi dan penegakan hukum yang kuat khususnya dari ranah pajak. Pengelolaan retribusi yang termonitor akan menjadi upaya dalamtercapainya kebijakan pajak yang berdampak pada lingkungan.
Penulis :
DINA MARDIANA
Referensi
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP)
Undang-Undang No 23 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH)
Undang Undang 1945 pasal 23A tentang pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa diatur dengan undang-undang.
Karbon, P., & Indonesia, D. I. (2021). Upaya Mitigasi Perubahan Iklim dan Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan.
Shalmont, J., Nathanael, S. C., Yohanes, J., Bennett, R., Saragih, C., & Harapan, U. P. (2025). Extended Producer Responsibility ( EPR ) di Indonesia : Tantangan Regulasi dan Solusi Peningkatan Kepatuhan. 5(1), 76–100. (Karbon & Indonesia, 2021)
(Shalmont et al., 2025)
Zaizafun, A. F., & Djuwita, D. (2024). Pengaruh Penerimaan Pajak , Dana Alokasi Umum dan Pengeluran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2022. 2, 56–65.
(Zaizafun & Djuwita, 2024)
Green Tax: Mengubah Perilaku Menuju Ekonomi Berkelanjutan | Direktorat Jenderal Pajak