Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

#BERITALITERASI #BERBAGIFAKTA #BERBAGIILMU

Guru SMK Cibadak, Fikri Padilah, Sindir Keras: Apresiasi Jangan Berhenti di Spanduk, Guru Tak Bisa Belanja Pakai 'Terima Kasih'!

Sukabumi – Peringatan Hari Guru Nasional 25 November tahun 2025 dikejutkan oleh kritik paling jujur, menohok, dan relatable dari seorang guru di Sukabumi. Fikri Padilah, guru di SMK Pembangunan Cibadak yang juga Pembina OSIS se-Kabupaten Sukabumi dan Founder PRIBUMI, secara terbuka mempertanyakan ironi besar di balik pujian Hari Guru.

Pesan Fikri di instagram menyentuh realitas yang selama ini sering dipendam: kesejahteraan guru berbanding terbalik dengan tuntutan mencetak masa depan bangsa.

💔 Fasilitas Jadul, Gaji Kalah Sama Kosmetik

Fikri dengan berani menyoroti kontras antara tanggung jawab moral guru dan dukungan material yang diterima:

"Untuk semua guru yang tetap diminta mencetak masa depan bangsa, dengan fasilitas masa lalu dan gaji yang bahkan kalah sama harga skincare. Luar biasa, bener-bener pahlawan tanpa tanda jasa, tanpa cukup dana juga," tulisnya.

Kritik ini semakin tajam saat Fikri Padilah membeberkan beban kerja ganda yang harus ditanggung guru setiap hari:

  1. Kelas Overload: Setelah dipuji tinggi-tinggi di Hari Guru, guru diminta mengajar 40 murid dalam satu kelas keesokan harinya.

  2. Beban Administrasi: Dituntut "ngisi administrasi setebal skripsi," sambil harus sabar.

Sindiran Paling Keras: 'Sabar Doang Buat Negara Mau Maju?'

Iklan

Klik gambar untuk mendapatkan cara mengajar baru

Puncak dari kritik Fikri adalah sindiran menohok kepada pembuat kebijakan mengenai ketergantungan negara pada daya tahan guru:

"Keren yah sabar doang bisa buat negara maju ternyata."

Pernyataan ini secara efektif menyimpulkan bahwa tuntutan negara untuk mencapai kemajuan seringkali hanya bersandar pada kesabaran dan keikhlasan guru, tanpa didukung infrastruktur dan kompensasi yang layak.

iklan
Klik gambar untuk mendapatkan solusinya 

🚫 Guru Tidak Hidup dari Pujian

Fikri menegaskan bahwa Hari Guru harus menjadi momen evaluasi nyata, bukan sekadar basa-basi:

"Semoga apresiasi tidak berhenti di spanduk, caption, dan kata-kata manis. Karena guru tidak hidup dari pujian, dan tidak bisa belanja pakai terimakasih."

Kritik pedas Fikri Padilah ini sukses menjadi highlight Hari Guru Nasional, memaksa semua pihak untuk menyadari: untuk mencetak masa depan bangsa, guru membutuhkan lebih dari sekadar kesabaran—mereka membutuhkan penghargaan yang berbentuk nyata dan berkelanjutan.