Pajak Indonesia: Antara Kewajiban dan Keadilan, Menakar Ulang Hukum yang Ada

Oleh: Septian Apriansyah Mahasiswa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Universitas Linggabuana PGRI Sukabumi

Pajak adalah salah satu urat nadi utama penerimaan negara, yang digunakan untuk membiayai pembangunan dan layanan publik kita. Di Indonesia, sistem hukum pajak telah melewati berbagai reformasi, namun masih menyimpan beberapa persoalan mendasar: mulai dari tingkat kepatuhan wajib pajak yang masih rendah hingga isu keadilan dalam pemungutan pajak itu sendiri.
Hukum Pajak Indonesia: Kerangka dan Tantangan yang Dihadapi
Hukum pajak Indonesia menganut sistem self-assessment, di mana wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, membayar, dan melaporkan pajaknya sendiri. Payung hukum utamanya meliputi:
- UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), yang telah beberapa kali direvisi, terakhir melalui UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
- UU PPh (Pajak Penghasilan).
- UU PPN (Pajak Pertambahan Nilai).
- Serta berbagai regulasi teknis lain seperti peraturan menteri dan surat edaran.
Namun, dalam praktiknya, hukum pajak di Indonesia menghadapi tantangan besar:
- Kepatuhan Sukarela yang Rendah: Banyak wajib pajak, terutama di sektor informal dan UMKM, belum sepenuhnya terintegrasi dalam sistem perpajakan.
- Masalah Transparansi dan Penegakan Hukum: Kasus penghindaran pajak dan praktik korupsi di institusi pajak masih menjadi sorotan.
- Ketimpangan Perlakuan: Ada anggapan bahwa wajib pajak besar cenderung mendapatkan fasilitas atau negosiasi yang tidak seimbang dibandingkan dengan wajib pajak kecil.
Opini: Pajak Harus Adil dan Edukatif
Hukum pajak tidak boleh hanya bersifat represif atau sekadar urusan administrasi. Ia harus berfungsi sebagai alat rekayasa sosial untuk menciptakan keadilan distributif. Sayangnya, pendekatan hukum pajak di Indonesia masih terlalu berorientasi pada target penerimaan, ketimbang membangun budaya kepatuhan yang tulus.
Edukasi perpajakan dan transparansi menjadi dua kunci penting. Masyarakat perlu memahami bahwa membayar pajak adalah kontribusi nyata untuk negara, bukan semata kewajiban hukum yang menakutkan. Di sisi lain, negara harus menjamin bahwa dana pajak digunakan secara efektif dan akuntabel.
Kesimpulan: Membangun Kepercayaan dan Keadilan
Hukum pajak di Indonesia harus terus bergerak menuju sistem yang adil, transparan, dan partisipatif. Kepatuhan tidak bisa dipaksakan hanya dengan ancaman sanksi, tetapi harus dibangun lewat kepercayaan dan rasa keadilan. Jika dikelola dengan benar, pajak bukan sekadar kewajiban, melainkan cerminan tanggung jawab warga negara terhadap masa depan bangsanya.
Iklan Shopee Diskon 50%
Saran untuk Reformasi Hukum Pajak:
- Peningkatan Literasi Pajak: Pemerintah perlu lebih agresif dalam memberikan edukasi perpajakan sejak dini, misalnya dengan memasukkan materi pajak dalam kurikulum pendidikan.
- Digitalisasi dan Integrasi Data: Reformasi pajak digital harus terus dikembangkan untuk mengurangi celah penghindaran pajak dan meningkatkan kemudahan administrasi.
- Transparansi dan Pengawasan Internal: Perlu penguatan sistem pengawasan internal, termasuk melibatkan lembaga independen dalam audit dan evaluasi kinerja aparat pajak.
- Revisi Regulasi yang Memberatkan UMKM: Aturan pajak sebaiknya disesuaikan dengan kapasitas ekonomi pelaku usaha kecil agar tidak menimbulkan beban yang kontraproduktif.
Referensi:
- Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
- Direktorat Jenderal Pajak. (2023). Statistik Perpajakan Indonesia.
- Waluyo, H. (2021). Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
- Badan Pemeriksa Keuangan. (2022). Laporan Hasil Pemeriksaan atas Efektivitas Pengawasan dan Penagihan Pajak.