Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

#BERITALITERASI #BERBAGIFAKTA #BERBAGIILMU

Kompleksitas Regulasi Pajak 2025: Tantangan Bagi Wajib Pajak Dan Upaya Reformasi.


Oleh: Siti Nur Hapsoh Widya Ningsih Mahasiswa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Universitas Linggabuana PGRI Sukabumi


Sistem pajak adalah pilar utama pembiayaan pembangunan nasional kita. Dengan sumbangan lebih dari 70% penerimaan negara, reformasi pajak 2025 jadi prioritas pemerintah untuk menciptakan sistem yang adil, efisien, dan berkelanjutan.

Memasuki 2025, Indonesia melanjutkan reformasi pajak lewat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD). Tujuannya jelas: memperluas basis pajak, meningkatkan kepatuhan sukarela, dan mendorong digitalisasi administrasi pajak.


Kompleksitas Regulasi Pajak: Tantangan di Depan Mata

Tahun 2025 menghadirkan tantangan besar bagi wajib pajak di Indonesia. Rata-rata ada sekitar 100 produk hukum pajak baru setiap tahun, seperti PMK 66/2023 dan PMK 168/2023 yang mengatur PPh natura. Ini menuntut wajib pajak untuk cepat memahami dan menyesuaikan diri.

Beberapa kendala lain yang muncul:

  • Prosedur restitusi PPN yang rumit dan memakan waktu lama.
  • Perubahan aturan pemeriksaan pajak dengan waktu tanggapan yang dipercepat dan penggabungan aturan PBB (PMK No. 15/2025).
  • Implementasi sistem inti perpajakan Coretax yang butuh sosialisasi, jaminan keamanan data, dan infrastruktur optimal.
  • Kenaikan tarif PPN menjadi 12% dan tarif berbeda untuk komoditas tertentu, menambah kerumitan administrasi.
  • Perpanjangan kebijakan PPh final untuk UMKM yang menambah beban administrasi bagi wajib pajak kecil.
  • Rendahnya pemahaman masyarakat terhadap aturan pajak.
  • Kompleksitas sistem pajak yang bisa mendorong penghindaran pajak.

Wajib Pajak: Beradaptasi dengan Perubahan

Perubahan regulasi yang cepat dan banyak membuat wajib pajak kesulitan mengikuti, apalagi sosialisasi yang kurang. Sistem administrasi pajak yang rumit dan birokrasi yang tidak efisien menjadikan kepatuhan pajak sebagai beban.

Ketidakpastian aturan, seperti restitusi PPN yang kompleks atau perbedaan tarif PPN, sering menimbulkan kebingungan. Penggunaan dua sistem administrasi (Coretax dan sistem lama) bersamaan juga berpotensi menimbulkan inkonsistensi data. Edukasi berkelanjutan dan penyederhanaan bahasa hukum sangat diperlukan agar aturan dapat dipahami dan dipatuhi dengan benar.


Upaya Reformasi 2025: Mewujudkan Sistem yang Lebih Baik

Pemerintah melakukan langkah strategis untuk menjadikan sistem pajak lebih efisien, adil, dan mudah dipatuhi:

  • Implementasi Coretax: Sistem inti administrasi pajak terpadu ini diluncurkan awal 2025. Tujuannya: meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas melalui integrasi layanan pajak digital. Coretax memudahkan pendaftaran, pelaporan, dan pembayaran pajak secara real-time.
  • Reformasi Pemeriksaan Pajak: PMK Nomor 15 Tahun 2025 menyederhanakan prosedur pemeriksaan, mempercepat penyelesaian, memperluas kriteria, dan meningkatkan transparansi digital.
  • Penyesuaian Kebijakan Fiskal: Penurunan tarif PPh untuk UMKM dan pengenalan pajak karbon adalah langkah menuju sistem pajak yang lebih adil dan berkelanjutan.
  • Digitalisasi Berkelanjutan: Pengembangan aplikasi mobile dan platform online terus ditingkatkan untuk mempermudah akses informasi dan pelaporan, serta mendukung edukasi dan sosialisasi intensif.

Kesimpulan dan Saran: Membangun Masa Depan Pajak Bersama

Kompleksitas pajak 2025 adalah titik kritis yang menentukan arah reformasi berkelanjutan. Perubahan aturan bertujuan memperkuat sistem pajak, namun menghadirkan tantangan pemahaman, adaptasi, dan kepatuhan bagi wajib pajak.

Iklan Shopee Diskon 50%

Reformasi yang sukses bukan hanya soal manajemen, tapi juga komunikasi dan edukasi. Pemerintah harus terus:

  1. Sederhanakan Bahasa Regulasi: Buat versi singkat dan populer dari setiap peraturan agar mudah dipahami publik, terutama UMKM.
  2. Tingkatkan Edukasi dan Sosialisasi: Pendidikan pajak harus masif melalui berbagai media, termasuk platform digital interaktif.
  3. Tingkatkan Sistem Teknologi Informasi: Setelah Coretax, infrastruktur dan keamanan data harus terus ditingkatkan untuk mencegah hambatan teknis dan membangun kepercayaan wajib pajak.

Wajib pajak juga diharapkan lebih memahami hak dan kewajiban, serta menjadi mitra strategis dalam menciptakan sistem pajak yang adil, transparan, dan efisien.


Referensi:

  1. Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2024). Outlook Pajak 2025: Reformasi, Digitalisasi, dan Penguatan Kepatuhan. Jakarta: Badan Kebijakan Fiskal.
  2. MyDirektorat Jenderal Pajak. (2025). Implementasi Coretax Administration System untuk Transformasi Digital Perpajakan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
  3. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2025 tentang Pemeriksaan Pajak. (2025). Jakarta: Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
  4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). (2021). Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246.
  5. World Bank. (2024). Indonesia Economic Prospects: Strengthening Fiscal Resilience Through Tax Reform. Washington, DC: The World Bank Group.