Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

#BERITALITERASI #BERBAGIFAKTA #BERBAGIILMU

Ketidakmerataan Pajak dan Dampaknya Terhadap Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Sukabumi



PERADMA.NET — Ketidakmerataan pajak di Kabupaten Sukabumi adalah masalah utama yang sangat memengaruhi kesejahteraan rakyat. Ketidakseimbangan ini mencerminkan kegagalan sistematis dalam mencapai keadilan ekonomi dan sosial. Perbedaan besar antara sistem pengumpulan dan pemanfaatan pajak di wilayah perkotaan (yang kuat secara ekonomi) dan pedesaan (didominasi sektor pertanian) menimbulkan disparitas fiskal, yang berujung pada buruknya layanan publik. Di wilayah Sukabumi yang luas, anggaran dan fokus pembangunan lebih banyak dialokasikan ke kota untuk infrastruktur dan fasilitas, sementara desa mengalami pengabaian struktural.

Foto Siti Nurasiah dari Universitas Linggabuana PGRI Sukabumi

Akibatnya, kondisi sosial-ekonomi di desa memburuk, terlihat dari rendahnya mutu pendidikan, terbatasnya akses kesehatan, dan buruknya infrastruktur jalan serta sanitasi, yang secara nyata menghambat kemajuan daerah dan melanggengkan siklus kemiskinan. Secara hukum, meskipun UU HKPD bertujuan mengurangi ketimpangan, implementasi sering gagal karena ketidakadilan pajak vertikal, rendahnya kepatuhan wajib pajak, dan defisit fiskal daerah tertinggal. Oleh karena itu, diperlukan analisis mendalam tentang aspek hukum dan dampak sosial pajak, serta perumusan strategi yang efektif dan berkelanjutan untuk mencapai kesejahteraan merata di seluruh Kabupaten Sukabumi. Pemahaman yang komprehensif terhadap akar masalah ini adalah langkah awal menuju reformasi yang adil.


Analisis Hukum Ketidakmerataan Pajak dan Dampaknya Terhadap Kesejahteraan Masyarakat di Sukabumi

iklan

Klik gambar untuk mendapatkan solusinya

Meskipun sistem perpajakan Indonesia didukung oleh kerangka hukum kuat, seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah, pelaksanaannya sering gagal mencapai tujuan mulia untuk mengurangi ketimpangan fiskal dan meningkatkan kesetaraan layanan antardaerah. Sumber pendapatan daerah yang vital, seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), terhambat oleh isu implementasi yang bersifat teknis dan politis.

Tiga faktor utama pemicu kegagalan ini adalah:

  1. Ketidakadilan Pajak Vertikal: Skema pajak tertentu (misalnya, pajak final) dapat menciptakan ketidakadilan, di mana Wajib Pajak berpenghasilan tinggi membayar tarif relatif lebih rendah, melanggar prinsip keadilan distributif dibandingkan Wajib Pajak menengah atau UMKM.

  2. Rendahnya Kepatuhan Wajib Pajak: Penghindaran pajak yang dilakukan oleh sektor informal atau pengusaha besar mengakibatkan kerugian signifikan pada pendapatan daerah, padahal dana tersebut vital untuk membiayai layanan publik esensial di daerah yang membutuhkan.

  3. Kesenjangan Fiskal yang Berlanjut: Meskipun ada upaya hukum, dana transfer dari pusat seringkali tidak memadai untuk menutupi defisit fiskal daerah tertinggal (khususnya pedesaan di Sukabumi), sehingga membatasi kemampuan mereka untuk membiayai pembangunan secara mandiri.

Oleh karena itu, untuk memperbaiki situasi ini, diperlukan reformasi perpajakan komprehensif yang fokus pada penyederhanaan regulasi, peningkatan transparansi, dan penegakan hukum yang setara bagi semua Wajib Pajak.


Dampak Ketidakmerataan Pajak Terhadap Kesejahteraan Masyarakat

Ketidakmerataan dalam pemungutan dan distribusi pajak telah menimbulkan dampak signifikan terhadap kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat, khususnya di daerah pedesaan Kabupaten Sukabumi.

  • Sektor Pendidikan yang Menurun: Sekolah-sekolah di desa mengalami kekurangan anggaran kritis, menyebabkan Mutu Pendidikan yang Rendah (keterbatasan fasilitas, minimnya sarana belajar) dan Kesenjangan Kualitas yang lebar dibandingkan sekolah perkotaan.

  • Keterbatasan Akses dan Mutu Layanan Kesehatan: Daerah berpendapatan pajak rendah memiliki fasilitas kesehatan yang kurang memadai, mengakibatkan Akses Terbatas bagi masyarakat dan Peningkatan Risiko Kesehatan, yang berkontribusi pada tingginya angka kematian ibu dan bayi.

  • Infrastruktur yang Buruk dan Penghambatan Ekonomi Lokal: Infrastruktur yang tidak memadai merupakan akibat langsung dari alokasi anggaran yang timpang, menyebabkan Hambatan Pembangunan (jalan, air bersih tertunda) dan Keterbatasan Mobilitas dan Ekonomi (infrastruktur jalan rusak menghambat pengangkutan hasil bumi dan penciptaan lapangan kerja).

Secara keseluruhan, dampak-dampak ini secara kolektif berkontribusi pada ketidakstabilan sosial dan ekonomi di Kabupaten Sukabumi, menciptakan siklus kemiskinan yang sulit diputus.


Kesimpulan dan Saran

Ketidakmerataan pajak di Kabupaten Sukabumi merupakan tantangan serius yang bersifat multidimensi dan harus segera ditangani. Kesenjangan dalam pemungutan dan pembagian anggaran antara wilayah perkotaan dan pedesaan telah menciptakan jurang lebar dalam mutu layanan publik, terutama pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Konsekuensinya, bukan hanya masyarakat desa yang mengalami penurunan kualitas hidup, tetapi juga potensi pembangunan seluruh Kabupaten Sukabumi menjadi terhambat. Oleh karena itu, langkah mendasar menuju pemerataan kesejahteraan adalah melalui reformasi perpajakan yang menjamin keadilan, transparansi, dan distribusi anggaran yang lebih seimbang.

Saran

Untuk mengatasi ketidakmerataan pajak dan dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat, ada langkah-langkah strategis yang direkomendasikan:

  • Transparansi dan Akuntabilitas Ditingkatkan: Pemerintah daerah harus memastikan pengelolaan keuangan yang terbuka. Evaluasi program pembangunan perlu dilakukan secara rutin dan hasilnya wajib dipertanggungjawabkan kepada publik.

  • Anggaran Harus Redistribusi Secara Adil: Alokasi dana mesti diprioritaskan untuk wilayah yang tertinggal. Investasi penting harus diarahkan ke infrastruktur dasar (jalan, air bersih), fasilitas kesehatan, dan sekolah di pedesaan guna menyamaratakan.

  • Potensi Pajak Dimaksimalkan (Optimalisasi & Ekstensifikasi): Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) harus aktif mengoptimalkan pemungutan pajak yang sudah ada (intensifikasi) dan menggali potensi pajak baru (ekstensifikasi), didukung sosialisasi dan teknologi, tanpa membebani warga berpenghasilan rendah.

  • Masyarakat Dilibatkan Aktif: Warga perlu dilibatkan secara langsung dalam perencanaan, pengawasan, dan evaluasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) guna memastikan alokasi dana benar-benar memenuhi kebutuhan riil komunitas.


Referensi

  1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. (2022). Jakarta: Sekretariat Negara..

  2. Felicia, & Rasji. (2023). Pengaruh Hukum Pajak Bagi Kesejahteraan Rakyat Indonesia. Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan.

  3. Maftuchan, A. (2014). Ketimpangan Perpajakan di Indonesia: Pemetaan Awal atas Area dan Pilihan Kebijakan untuk Mengatasinya. Dalam Prastowo (et al.) Ketimpangan Pembangunan Indonesia dari Berbagai Aspek (hlm. 129-147). Jakarta: INFID, OXFAM dan Uni Eropa.

  4. Michael Vernando Sirait, Gunardi Lie. Konsep Regulasi dan Hukum Pajak Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Indonesia. eJournal UNIB.

  5. Rahayu, S. K., & Pratiwi, Y. (2022). Pengaruh Kesenjangan Fiskal Vertikal Terhadap Disparitas Layanan Publik di Daerah Otonom. Jurnal Ekonomi Pembangunan (JEP), 23(2), 150-165.

Mengulas Analisis Siti Nurasiah, Mahasiswa PKN UNLIP PGRI Sukabumi